Membicarakan soal bumi Minangkabau, rasanya tak akan pernah habis kata terurai. Nah sebagai sebuah pengantar, blog Sungai-Jambu ini mencoba untuk membeberkannya secara bertahap. Dalam tulisan pertama ini kami coba menyoal tentang Rumah Gadang.
Inilah sekelumit yang perlu diketahui tentang Rumah Gadang
Rumah Gadang....
Apa sih yang terbetik di kepala Anda ketika menyebut nama Rumah Gadang? So pasti jawaban Anda itu tak salah lagi deh; Minangkabau! Ya, rumah yang di atasnya berdiri tegak seperti tanduk kerbau itu memang menjadi identitas dari rumah adat orang Minangkabau.
Oleh orang Minang, rumah semacam ini dikenal juga dengan sebuah Rumah Bagonjong atau Rumah Baanjung. Nah mau tahu mengapa rumah ini disebut sebagai rumah gadang? Hm, begini nih ceritanya (ups lebay deh...)
Dulu, di dalam rumah ini memang berisi banyak keluarga. Yang pasti tidak hanya saat keluarga loh. Rumah Gadang ini biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Uniknya, rumah ini hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada kaum perempuan saja loh.
Nah di halaman depan Rumah Gadang ini biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang. Bangunan ini digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjuang (anjung) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang.
Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya. Sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara.
Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang
sungai-jambu
Senin, 06 September 2010
Sabtu, 21 Agustus 2010
Sungai Jambu....
Sungai Jambu adalah sebuah nagari. Dalam bahasa yang lebih umum, nagari ini bisa juga disamakan dengan desa. Secara teritorial, Sungai Jambu ini berada di dalam Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Sungai Jambu ini dianugerahkan oleh Sang Pencipta dengan eksotisme alamnya yang menawan. Latar belakang Gunung Marapi yang berdiri kokoh membuat nagari ini memiliki hawa yang dingin menggigit. Jika Anda orang yang terbiasa bermukim di dataran rendah, dijamin hawa dingin akan menjadi masalah tersendiri.
Dengan hawa yang sejuk di bawah kaki gunung, Sungai Jambu ini dialiri oleh tiga batang sungai. Dalam Tambo Minangkabu, nagari ini termasuk nagari tertua di bumi Minangkabau. Nagari tua lainnya adalah nagari Pariangan.
Dengan bukti-bukti sejarah yang ada di kanagarian Sungai Jambu, seperti Sawah Gadang Satampang Banieh, Galundi Baselo, Batu Sajamba Makan, Bukit Siguntang, membuat nagari ini menyimpan banyak sejarah dalam perkembangan kerajaan Minangkabau masa lampau.
Pada nagari ini terdapat beberapa jorong (bagian dari nagari) diantaranya yaitu:
Makanan khas penduduk nagari Sungai Jambu dan sekitarnya adalah sambalado tanak, samba tulang, sampadeh dan lain-lain.
Sumber: wikipedia
Sungai Jambu ini dianugerahkan oleh Sang Pencipta dengan eksotisme alamnya yang menawan. Latar belakang Gunung Marapi yang berdiri kokoh membuat nagari ini memiliki hawa yang dingin menggigit. Jika Anda orang yang terbiasa bermukim di dataran rendah, dijamin hawa dingin akan menjadi masalah tersendiri.
Dengan hawa yang sejuk di bawah kaki gunung, Sungai Jambu ini dialiri oleh tiga batang sungai. Dalam Tambo Minangkabu, nagari ini termasuk nagari tertua di bumi Minangkabau. Nagari tua lainnya adalah nagari Pariangan.
Dengan bukti-bukti sejarah yang ada di kanagarian Sungai Jambu, seperti Sawah Gadang Satampang Banieh, Galundi Baselo, Batu Sajamba Makan, Bukit Siguntang, membuat nagari ini menyimpan banyak sejarah dalam perkembangan kerajaan Minangkabau masa lampau.
Pada nagari ini terdapat beberapa jorong (bagian dari nagari) diantaranya yaitu:
- Batur
- Bulan Sariak Jambak Ulu
- Labuatan
- Sungai Jambu
Makanan khas penduduk nagari Sungai Jambu dan sekitarnya adalah sambalado tanak, samba tulang, sampadeh dan lain-lain.
Sumber: wikipedia
SEJARAH: Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Minangkabau diperkirakan berdiri sekitar abad ke-7 masehi. Letaknya berada di sekitar lembah sungai Kampar dan Batanghari. Dari sanalah kemudian kita menyebutnya sebagai Kerajaan Minangkabau Timur. Pada pertengahan abad ke-14 M, Kerajaan Minangkabau berpusat di Pagaruyung Luhak Tanah Datar. Kerajaan ini hidup sampai permulaan abad ke-19 M. Lalu pada pertengahan abad ke-14, Datuk Katumanggungan memegang tampuk kekuasaan wilayah Minangkabau.
Pada era itulah Adityawarman datang dari Majapahit, Jawa. Ibu Adityawarman adalah seorang wanita yang berasal dari Minangkabau. Dia kemudian dinobatkan menjadi Raja di Pagaruyung pada 1349. Tapi kerajaan Minangkabau Pagaruyung ini pada hakekatnya hanya bertahan sampai 1809. Penyebabnya ketika itu Sultan Muningsyah I meninggalkan istana. Raja-raja yang bertahta sesudahnya di Pagaruyung adalah Sultan Muningsyah II dan Muningsyah III serta Puti Reno Sumpur. Tetapi kekuasaan masing-masing Sultan dan Puti ini tidak begitu besar lagi.
Puti Reno Sumpur lahir di Sumpur Kudus, tempat kedudukan resmi Rajo Ibadat, pada tahun 1816, dan wafat di Pagaruyung pada tahun 1912 dalam usia 96 tahun. Dari pihak ibu ia adalah keturunan Rajo Ibadat Sumpur Kudus. Sedangkan dari pihak bapak ia adalah keturunan seorang Rajo Adat di Buo. Dengan demikian, ia merupakan salah seorang keturunan asli dari raja-raja di Minangkabau.
Sebagai keluarga istana, ia berdaulat di daerah Singingi dan Gunung Sahilan. Setelah Sultan Muningsyah II yang bergelar Sultan Alam Bagagarsyah dibuang Belanda ke Betawi tahun 1833 tidak ada lagi raja bertahta di Pagaruyung. Barulah pada akhir abad ke-19, Puti Reno Sumpur dijemput ke Gunung Sahilan dan didudukkan kembali di Istana Balai Janggo, Pagaruyung, sebagai Tuan Gadih, yaitu Ratu yang tiada berdaulat.
Pada masa kejayaan Kerajaan Minangkabau mempunyai wilayah kekuasaan yang batas-batasnya meliputi :
1. Sebelah Timur antara kerajaan Palembang dan Sungai Siak
2. Disebelah Barat antara kerajaan Manjuto di Muko-Muko dan Sungai Singkel
3. Daerah asli kerajaan adalah Luhak Nan Tigo sekarang yaitu; Luhak Tanah Datar,
Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluah Koto.
Raja-raja dari kerajaan inilah yang kemudian memperbesar daerah pengaruhnya dari pantai barat sampai pantai timur,sehingga mencakup kerajaan-kerajaan Indrapura, Indragiri, dan Pucuk Jambi Sembilan Lurah. Raja-raja dari daerah tersebut itu mengakui raja yang berkedudukan di Pagaruyung sebagai “Raja Alam”, yaitu sebagai maharaja di antara mereka. Dengan kata lain dapat dikemukakan, daerah kekuasaan Minangkabau pada masa itu mencakup seluruh daerah Propinsi Sumatera Barat kini, serta sebagian Propinsi Riau serta sebagian lagi Propinsi Jambi. Wilayah kekuasaan itu hampir sama dengan daerah Propinsi Sumatera Tengah pada permulaan kemerdekaan RI.
Adityawarman adalah putra Dara Jingga yang berasal dari keturunan Melayu Minangkabau. Ia dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit yang beragama Hindu. Pada 1340 M, ia diutus oleh Raja Majapahit untuk menaklukkan Minangkabau dan mengusai daerah penghasilan lada karena pasukan-pasukan yang diutus sebelumnyamenemui kegagalan ketika berhadapan dengan Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Mereka bukan kalah dalam pertempuran , melainkan kalah dalam sayembara “Batakok Kayu Tataran Naga” dan “Adu Kerbau”.
Cerita tentang sayembara ini memperlihatkan “kecerdikan” orang Minang saja. Pada waktu pasukan Majapahit dengan kekuatan yang lebih unggul dari kekuatan Datuk Katumanggungan, memasuki wilayah Minangkabau, sang Datuk menjalankan siasatnya. Komandan pasukan Majapahit diajak “beradu pintar” dengan Datuk. Masing-masing disuruh menerka ujung dan pangkal dari sepotong kayu yang dinamakan
“Kayu Tataran Naga”. Kalau sang komandan dan rombongan berhasil menerka maka kekuasaan di Minangkabau bisa dia peroleh.
Ternyata mereka gagal menerkanya. Sebaliknya Datuk Katumanggungan berhasil dengan baik menunjukkan mana pangkal dan mana ujung dari sepotong kayu, yaitu dengan memasukan kayu itu ke air. Bagian pangkal kayu adalah yang lebih dalam terbenamnya dibanding bagian ujungnya, karena ia lebih berat. Rombongan pendatang mengaku kalah dan dengan sukarela kembali ke Majapahit.
Tapi Majapahit belum puas dengan misinya. Pasukan selanjutnya dikirim lagi untuk kali kedua. Kedatangan pasukan ini pun dihadapi dengan siasat lain, yaitu “beradu Kerbau”. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumya, pasukan Majapahit pun kalah .
Ternyata, ”orang Minang memang banyak aka” Dia mau terimpit - asal diatas. Dia mau terkurung - asal di luar. Kalau berjalan bergandeng dua - dia harus ditengah-tengah. Dangakan nan di urang-lakukan nan di awak. “ikolah cadiak pandai namonyo”, “psikhis resah”
Kesudahannya, sekitar pertengahan abad ke 14, Adityawarman datang ke Minangkabau. Karena ibunya berasal dari orang Melayu Minangkabau maka dia bisa diterima. Dan tepat pada tahun 1347 Adityawarman berhasil mendirikan kerajaan Suwarnabbumi di daerah Melayu/Jambi yang kaya dengan penghasilan lada. Sementara itu ia senantiasa memperluas daerah kekuasaannya, hingga akhirnya, ia menguasai seluruh daerah
Minangkabau dan memindahkan pusat kerajaan ke Pagaruyung di tempat yang bernama Bukit Batu Patah.
Lalu ia berusaha untuk melepaskan hubungannya dengan kerajaan Majapahit dan menjadi raja yang berdiri sendiri.
Mengingat latar belakang kehidupan dan pendidikanya di kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, Adityawarman sangat terpengaruh dengan sistem pemerintahan yang otokratis dan susunan masyarakat berkasta-kasta. Sedang di Minangkabau didapatinya cara pemerintahan yang demokratis berdasarkan musyawarah serta susunan masyarakat yang tidak mengenal kasta, melainkan berdasarkan prinsip “duduk samo randah, tagak samo tinggi”.
Nagari-nagari di Minangkabau lebih mirip dengan republik-republik kecil yang berdiri sendiri sehingga kekuasaan raja tidak dapat menjangkau urusan dalam masing-masing nagari itu. Hal ini dipandangnya sebagai pengebirian terhadap kekuasaan raja dan menghambat kelancaran jalannya pemerintahan.
Oleh karena itu, Adityawarman mengemukan keinginannya supaya masyarakat di Minagkabau disusun berkasta-kasta seperti yang berlaku dalam masyarakat Hindu, dan agar pemerintahan diatur seperti yang berlaku di Majapahit, yaitu bertingkat-tingkat, sehingga setiap nagari dikuasai penuh oleh raja. Keinginan ini mendapat tantangan , karena masyarakat Minangkabau tidak menyukai hidup berkasta-kasta, dan mereka menjunjung tinggi kehidupan demokrasi, di mana tiap-tiap nagari berhak mengatur dirinya sendiri.
Dengan kebijaksanaan para pemimpin adat, yaitu Datuk Katumanggungan dan datuk Perpatih Nan Sabatang, didapatlah kompromi: Pertama, bahwa pangkat-pangkat adatlah yang diatur bertingkat-tingkat, sehingga di samping Penghulu sebagai kepala suku, diadakan pangkat Manti, Malin dan Dubalang. Sedangkan kehidupan bersuku, berkampung dan bernagari tetap berdasarkan kerakyatan dan musyarawah, serta duduk sama rendah, tegak sama tinggi.
Selain dari ketetapan tersebut di atas, masih ada beberapa ketetapan lainnya yang telah disepakati bersama. Pertama, bahwa Adityawarman hanya diberi kedaulatan di daerah Rantau, yaitu Pasaman, Pesisir Panjang, Kuantan, batanghari, Kampar dan Rokan. Sedang di daerah Luhak Nan Tigo (Agam, Lima Puluh Koto dan Tanah datar ) ia hanyalah sebagai lambang kesatuan saja, sebagai penengah atau pendamai, bila terjadi perselisihan.
Kedua, bahwa sebagai raja, ia tidak ikut dalam kehidupan bersuku karena sebagai penengah ia harus berada di atas semua suku. Ketiga, bahwa raja tidak mempunyai hak ulayat atas tanah karena hak ulayat tersebut merupan hak mutlak bagi setiap nagari dan suku-suku dalam nagari. Dengan demikian, kekuasaan Adityawarman sebagai raja Minangkabau yang bertahta di Pagaruyung tidaklah mutlak, tidak mencakup seluruh daerah kerajaan Minangkabau dan tidak pula dapat menjangkau urusan-urusan dalam tiap-tiap kehidupan.
Sumber: http://wisran.vndv.com/25.pdf
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
Pada era itulah Adityawarman datang dari Majapahit, Jawa. Ibu Adityawarman adalah seorang wanita yang berasal dari Minangkabau. Dia kemudian dinobatkan menjadi Raja di Pagaruyung pada 1349. Tapi kerajaan Minangkabau Pagaruyung ini pada hakekatnya hanya bertahan sampai 1809. Penyebabnya ketika itu Sultan Muningsyah I meninggalkan istana. Raja-raja yang bertahta sesudahnya di Pagaruyung adalah Sultan Muningsyah II dan Muningsyah III serta Puti Reno Sumpur. Tetapi kekuasaan masing-masing Sultan dan Puti ini tidak begitu besar lagi.
Puti Reno Sumpur lahir di Sumpur Kudus, tempat kedudukan resmi Rajo Ibadat, pada tahun 1816, dan wafat di Pagaruyung pada tahun 1912 dalam usia 96 tahun. Dari pihak ibu ia adalah keturunan Rajo Ibadat Sumpur Kudus. Sedangkan dari pihak bapak ia adalah keturunan seorang Rajo Adat di Buo. Dengan demikian, ia merupakan salah seorang keturunan asli dari raja-raja di Minangkabau.
Sebagai keluarga istana, ia berdaulat di daerah Singingi dan Gunung Sahilan. Setelah Sultan Muningsyah II yang bergelar Sultan Alam Bagagarsyah dibuang Belanda ke Betawi tahun 1833 tidak ada lagi raja bertahta di Pagaruyung. Barulah pada akhir abad ke-19, Puti Reno Sumpur dijemput ke Gunung Sahilan dan didudukkan kembali di Istana Balai Janggo, Pagaruyung, sebagai Tuan Gadih, yaitu Ratu yang tiada berdaulat.
Pada masa kejayaan Kerajaan Minangkabau mempunyai wilayah kekuasaan yang batas-batasnya meliputi :
1. Sebelah Timur antara kerajaan Palembang dan Sungai Siak
2. Disebelah Barat antara kerajaan Manjuto di Muko-Muko dan Sungai Singkel
3. Daerah asli kerajaan adalah Luhak Nan Tigo sekarang yaitu; Luhak Tanah Datar,
Luhak Agam, dan Luhak Limo Puluah Koto.
Raja-raja dari kerajaan inilah yang kemudian memperbesar daerah pengaruhnya dari pantai barat sampai pantai timur,sehingga mencakup kerajaan-kerajaan Indrapura, Indragiri, dan Pucuk Jambi Sembilan Lurah. Raja-raja dari daerah tersebut itu mengakui raja yang berkedudukan di Pagaruyung sebagai “Raja Alam”, yaitu sebagai maharaja di antara mereka. Dengan kata lain dapat dikemukakan, daerah kekuasaan Minangkabau pada masa itu mencakup seluruh daerah Propinsi Sumatera Barat kini, serta sebagian Propinsi Riau serta sebagian lagi Propinsi Jambi. Wilayah kekuasaan itu hampir sama dengan daerah Propinsi Sumatera Tengah pada permulaan kemerdekaan RI.
Adityawarman adalah putra Dara Jingga yang berasal dari keturunan Melayu Minangkabau. Ia dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit yang beragama Hindu. Pada 1340 M, ia diutus oleh Raja Majapahit untuk menaklukkan Minangkabau dan mengusai daerah penghasilan lada karena pasukan-pasukan yang diutus sebelumnyamenemui kegagalan ketika berhadapan dengan Datuk Katumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sabatang. Mereka bukan kalah dalam pertempuran , melainkan kalah dalam sayembara “Batakok Kayu Tataran Naga” dan “Adu Kerbau”.
Cerita tentang sayembara ini memperlihatkan “kecerdikan” orang Minang saja. Pada waktu pasukan Majapahit dengan kekuatan yang lebih unggul dari kekuatan Datuk Katumanggungan, memasuki wilayah Minangkabau, sang Datuk menjalankan siasatnya. Komandan pasukan Majapahit diajak “beradu pintar” dengan Datuk. Masing-masing disuruh menerka ujung dan pangkal dari sepotong kayu yang dinamakan
“Kayu Tataran Naga”. Kalau sang komandan dan rombongan berhasil menerka maka kekuasaan di Minangkabau bisa dia peroleh.
Ternyata mereka gagal menerkanya. Sebaliknya Datuk Katumanggungan berhasil dengan baik menunjukkan mana pangkal dan mana ujung dari sepotong kayu, yaitu dengan memasukan kayu itu ke air. Bagian pangkal kayu adalah yang lebih dalam terbenamnya dibanding bagian ujungnya, karena ia lebih berat. Rombongan pendatang mengaku kalah dan dengan sukarela kembali ke Majapahit.
Tapi Majapahit belum puas dengan misinya. Pasukan selanjutnya dikirim lagi untuk kali kedua. Kedatangan pasukan ini pun dihadapi dengan siasat lain, yaitu “beradu Kerbau”. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumya, pasukan Majapahit pun kalah .
Ternyata, ”orang Minang memang banyak aka” Dia mau terimpit - asal diatas. Dia mau terkurung - asal di luar. Kalau berjalan bergandeng dua - dia harus ditengah-tengah. Dangakan nan di urang-lakukan nan di awak. “ikolah cadiak pandai namonyo”, “psikhis resah”
Kesudahannya, sekitar pertengahan abad ke 14, Adityawarman datang ke Minangkabau. Karena ibunya berasal dari orang Melayu Minangkabau maka dia bisa diterima. Dan tepat pada tahun 1347 Adityawarman berhasil mendirikan kerajaan Suwarnabbumi di daerah Melayu/Jambi yang kaya dengan penghasilan lada. Sementara itu ia senantiasa memperluas daerah kekuasaannya, hingga akhirnya, ia menguasai seluruh daerah
Minangkabau dan memindahkan pusat kerajaan ke Pagaruyung di tempat yang bernama Bukit Batu Patah.
Lalu ia berusaha untuk melepaskan hubungannya dengan kerajaan Majapahit dan menjadi raja yang berdiri sendiri.
Mengingat latar belakang kehidupan dan pendidikanya di kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, Adityawarman sangat terpengaruh dengan sistem pemerintahan yang otokratis dan susunan masyarakat berkasta-kasta. Sedang di Minangkabau didapatinya cara pemerintahan yang demokratis berdasarkan musyawarah serta susunan masyarakat yang tidak mengenal kasta, melainkan berdasarkan prinsip “duduk samo randah, tagak samo tinggi”.
Nagari-nagari di Minangkabau lebih mirip dengan republik-republik kecil yang berdiri sendiri sehingga kekuasaan raja tidak dapat menjangkau urusan dalam masing-masing nagari itu. Hal ini dipandangnya sebagai pengebirian terhadap kekuasaan raja dan menghambat kelancaran jalannya pemerintahan.
Oleh karena itu, Adityawarman mengemukan keinginannya supaya masyarakat di Minagkabau disusun berkasta-kasta seperti yang berlaku dalam masyarakat Hindu, dan agar pemerintahan diatur seperti yang berlaku di Majapahit, yaitu bertingkat-tingkat, sehingga setiap nagari dikuasai penuh oleh raja. Keinginan ini mendapat tantangan , karena masyarakat Minangkabau tidak menyukai hidup berkasta-kasta, dan mereka menjunjung tinggi kehidupan demokrasi, di mana tiap-tiap nagari berhak mengatur dirinya sendiri.
Dengan kebijaksanaan para pemimpin adat, yaitu Datuk Katumanggungan dan datuk Perpatih Nan Sabatang, didapatlah kompromi: Pertama, bahwa pangkat-pangkat adatlah yang diatur bertingkat-tingkat, sehingga di samping Penghulu sebagai kepala suku, diadakan pangkat Manti, Malin dan Dubalang. Sedangkan kehidupan bersuku, berkampung dan bernagari tetap berdasarkan kerakyatan dan musyarawah, serta duduk sama rendah, tegak sama tinggi.
Selain dari ketetapan tersebut di atas, masih ada beberapa ketetapan lainnya yang telah disepakati bersama. Pertama, bahwa Adityawarman hanya diberi kedaulatan di daerah Rantau, yaitu Pasaman, Pesisir Panjang, Kuantan, batanghari, Kampar dan Rokan. Sedang di daerah Luhak Nan Tigo (Agam, Lima Puluh Koto dan Tanah datar ) ia hanyalah sebagai lambang kesatuan saja, sebagai penengah atau pendamai, bila terjadi perselisihan.
Kedua, bahwa sebagai raja, ia tidak ikut dalam kehidupan bersuku karena sebagai penengah ia harus berada di atas semua suku. Ketiga, bahwa raja tidak mempunyai hak ulayat atas tanah karena hak ulayat tersebut merupan hak mutlak bagi setiap nagari dan suku-suku dalam nagari. Dengan demikian, kekuasaan Adityawarman sebagai raja Minangkabau yang bertahta di Pagaruyung tidaklah mutlak, tidak mencakup seluruh daerah kerajaan Minangkabau dan tidak pula dapat menjangkau urusan-urusan dalam tiap-tiap kehidupan.
Sumber: http://wisran.vndv.com/25.pdf
This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com.
The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.
Jumat, 20 Agustus 2010
Sungai Jambu, Pariangan, Tanah Datar
- Inderapura
- Tapan
- Lunang
- Silaut
- Sungai Tunu
- Pelangi
- Lakitan
- Kambang
- Taluak
- IV Koto Hilia
- IV Koto Mudiak
- Painan
- Tambang
- Salido
- Lumpo
- Gurun Panjang
- Pasa Baru
- Talaok
- Koto Barapak
- Pulut-pulut
- Pancuang Taba
- Koto Ranah
- Muaro Aia
- Kapuh
- Ampang Pulai
- Nanggalo
- Batu Hampa
- Duku
- Baruang-baruang Balantai
- Sungai Pinang
- Siguntua
- Surantiah
- Taratak
- Ampiang Parak
- Lolo
- Surian
- Alahan Panjang
- Sungai Nanam
- Salimpat
- Aia Dingin
- Talang Babungo
- Sarik Alahan Tigo
- Sungai Abu
- Sirukam
- Supayang
- Aia Luo
- Rangkiang Luluih
- Tanjung Balik Sumiso
- Batu Bajanjang
- Garabak
- Simanau
- Batu Banyak
- Batu Bajanjang
- Salayo Tanang/Bukik Sileh
- Koto Laweh
- Limau Lunggo
- Koto Anau
- Simpang Tanjung Nan IV
- Kampung Batu Dalam
- Cupak
- Koto Gaek guguak
- Talang
- koto gadang Guguak
- Jawi-jawi guguak
- Sungai Janiah
- Batang Barus
- Aia Batumbuak
- Parambahan
- Muaro Paneh
- Dilam
- Bukik Tandang
- Kinari
- Sungai Durian
- Bukik Bais
- Taruang-taruang
- Pianggu
- Sungai Jambur
- Guguak Sarai
- Koto Laweh
- Indudur
- Siaro-aro
- Koto Baru
- Salayo
- Koto Hilalang
- Gantuang Ciri
- Tanjung Bingkung
- Gaung
- Panyakalan
- Saok Laweh
- Saning Bakar
- Sumani
- Koto Sani
- Singkarak
- Tikalak
- Aripan
- Tanjung Alai
- Kacang
- Sulit Aia
- Tanjuang Baliak
- Paninjauan
- Pasilihan
- Bukit Tanduang
- Siberambang Ateh
- Kuncia
- Katialo
- Lubang Panjang
- Paninggahan
- Muaro Pingai
- Solok (Solok)
- Lubuk Ulang Aliang
- Abai
- Dusun Tangah
- Bidar Alam
- Lubuak Malako
- Sungai Kunyit
- Lubuak Gadang
- Pasia Talang
- Koto Baru
- Alam Pauah Duo
- Sako Pasia Talang
- Pakan Rabaa
- Silantai
- Sisawah
- Sumpur Kudus
- Unggan
- Kumanieh
- Tanjuang Bonai Aua
- Tamparungo
- Mangganti
- Limo Koto
- Palalua
- Tanjuang
- Padang Laweh
- Guguak
- Batu Manjulua
- Padang Sibusuak
- Pamuatan
- Palangki
- Koto Baru
- Muaro Bodi
- Mundam Sakti
- Koto Tuo
- Muaro
- Sijunjuang
- Pamatang Panjang
- Aie Angek
- Palu
- Durian Gadang
- Kamang Baru
- Silokek
- Solok Ambah
- Lubuk Tarok
- Lalan
- Buluh Kasok
- Sibakur
- Langki
- Pulasan
- Timbulun
- Tanjung Gadang
- Tanjung Lolo
- Taratak Baru
- Sungai Lansek
- Kamang
- Aie Amo
- Sungai Batung
- Muaro Takuang
- Kunangan Parik Rantang
- Kubang Sirakuak (Sawah Lunto)
- Kampung Teleng (Sawah Lunto)
- Tanah Lapang (Sawah Lunto)
- Lunto (Sawah Lunto)
- Kubang Tangah (Sawah Lunto)
- Saringan (Sawah Lunto)
- Durian (Sawah Lunto)
- Kolok (Sawah Lunto)
- Talago Gunuang (Sawah Lunto)
- Lumindai (Sawah Lunto)
- Kajai (Sawah Lunto)
- Silungkang (Sawah Lunto)
- Talawi (Sawah Lunto)
- Sijantang (Sawah Lunto)
- Sitiung
- Siguntua
- Timpeh
- Koto Salak
- Koto Baru
- Sialang Gaung
- Tiumang
- Ampang Kuranji
- Sungai Langkok
- Padang Laweh
- Sungai Limau
- Koto Besar
- Sungai Rumbai
- Koto Tinggi
- Koto Gadang
- Kunangan Koto Solok
- Sungai Dareh
- Tebing Tinggi
- Silago
- Lubuak Karak
- Pulau Punjung
- Tambangan
- Jaho
- Singgalang
- Paninjauan
- Panyalaian
- Koto Laweh
- Aie Angek
- Pandai Sikek
- Koto Baru
- Batipuh Ateh
- Batipuh Baruah
- Tanjung Barulak
- Andaleh
- Pitalah
- Bungo Tanjung
- Gunuang Rajo
- Sabu
- Padang Laweh
- Batu Taba
- Malalo
- Sumpu
- Simawang
- Balimbiang
- III Koto
- Padang Magek
- Rambatan
- Baringin
- Limo Kaum
- Parambahan
- Cubadak
- Labuah
- Tanjuang Barulak
- Saruaso
- Koto Tangah
- Pagaruyung
- Taluak
- Buo
- Tigo Jangko
- Pangian
- Batu Bulek
- Balai Tangah
- Tanjuang Bonai
- Lubuak Jantan
- Tapi Selo
- Minangkabau
- Sungayang
- Tanjung
- Andaleh Baruah Bukik
- Sungai Patai
- Simpurut
- Sungai Tarab
- Gurun
- Talang Tangah
- Padang Laweh
- Pasia Laweh
- Koto Tuo
- Rao-rao
- Kumango
- Koto Baru
- Batu Basa
- Tabek
- Sawah Tangah
- Simabur
- Padang Panjang/Pariangan
- Sungai Jambu
- Sumanik
- Situmbuak
- Lawang Mandahiliang
- Supayang
- Salimpauang
- Tabek Patah
- Tanjung Alam
- Barulak
- Atar
- Padang Gantiang
- Gunung (Padang Panjang)
- Pasar (Padang Panjang)
- Lareh Nan Panjang (Padang Panjang)
- Bukit Surungan (Padang Panjang)
- Katapiang
- Kasang
- Sungai Buluah
- Lubuak Aluang
- Sintuak
- Toboh Gadang
- Pakan Baru
- Sicincin
- Sungai Asam
- Kayu Tanam
- Kapalo Hilalang
- Anduriang
- Guguak
- Pakandangan
- Koto Tinggi
- Toboh Ketek
- Parit Malintang
- Balah Aia
- Sungai Sariak
- Lurah Ampalu
- Lareh Nan Panjang
- Sungai Durian
- Tandikek
- Koto Baru
- Koto Dalam
- Batu Kalang
- Kapalo Koto
- Pauah Kamba
- Padang Bintuang
- Sunur
- Kurai Taji
- Tapakih
- Ulakan
- Kuranji Hilia
- Pilubang
- Malai V Suku
- Gasan Gadang
- Campago
- Sikucur
- Kudu Gantiang
- Limau Puruik
- Gunuang Padang Alai
- Kuranji Hulu
- Malai Togo Koto
- III Koto Aua Malintang
- Alai Gn. Pangilun (Padang)
- Ulak Karang (Padang)
- Belakang Tangsi (Padang)
- Kampung Jawa (Padang)
- Pondok (Padang)
- Sawahan (Padang)
- Andaleh Marapalam/Parak Gadang (Padang)
- Andaleh Marapalam (Padang)
- Parak Gadang (Padang)
- Alang Laweh (Padang)
- Pasar Gadang (Padang)
- Subarang Padang (Padang)
- Teluk Bayur (Padang)
- Bukit Air Manis (Padang)
- Limau Manih (Padang)
- Pauh Limo (Padang)
- Bungus (Padang)
- Bungus dan Teluk Kabung (Padang)
- Lubuk Kilangan (Padang)
- Nanggalo (Padang)
- Pauh IX (Padang)
- Nan XX (Padang)
- Koto Tangah (Padang)
- Pasa Pariaman (Pariaman)
- IV Angkek Padusunan (Pariaman)
- Mangguang (Pariaman)
- Sikapak (Pariaman)
- Cubadak Aia (Pariaman)
- Nareh III Koto (Pariaman)
- Tungka (Pariaman)
- IV Koto Sungai Rotan (Pariaman)
- Sunua (Pariaman)
- Kurai Taji (Pariaman)
- Lareh Nan Panjang (Pariaman)
- Tiku Selatan
- Tiku Utara
- Tiku V Jorong
- Lubuk Basung
- Garagahan
- Kampung Pinang
- Kampung Tangah
- Manggopoh
- III Koto Batu Kambiang
- Sitalang
- Tanjung Sani
- Sungai Batang
- Maninjau
- Bayua
- Tigo Koto
- Koto Kaciak
- Duo Koto
- Matur Hilia
- Matur Mudiak
- Tigo Balai
- Lawang Tuo
- Parik Panjang
- Panta Pauah
- Malalak
- Sungai Landia
- Balingka
- Koto Tuo
- Guguak Tabek Sarojo
- Koto Panjang
- Sianok
- Koto Gadang
- Cingkariang
- Padang Lua
- Padang Laweh
- Pakan Sinayan
- Ladang Laweh
- Kubang Putiah
- Taluak
- Batu Palano
- Sariak
- Sungai Puar
- Batagak
- Balai Gurah
- Panampuang
- Batu Taba
- Pasia
- Ampang Gadang
- Biaro Gadang
- Lambah
- Bukik Batabuah
- Lasi
- Canduang Koto Laweh
- Koto Tinggi
- Padang Tarab
- Tabek Panjang
- Bungo Koto Tuo
- Simarasok
- Koto Tangah
- Kapau
- Gaduik
- Kamang Hilia
- Kamang Mudiak
- Magek
- Koto Rantang
- Pasia Laweh
- Pagadih
- Nan Tujuah
- Baringin
- Sipisang
- Sungai Pua
- IV Koto Palembayan
- III Koto Silungkang
- Salareh Aia
- Guguak Panjang (Bukittinggi)
- Mandiangin (Bukittinggi)
- Koto Selayan (Bukittinggi)
- Aua Birugo (Bukittinggi)
- Tigo Baleh (Bukittinggi)
- Tanjung Aro
- Mungo
- Sungai Kemuyang
- Sitanang
- Andaleh
- Situjuh Batur
- Situjuh Ladang Laweh
- Tungkar
- Situjuh Bandar Dalam
- Situjuh Gadang
- Pandan Gadang
- Koto Tinggi
- Talang Anau
- Labuah Gunuang
- Batu Payuang
- Ampalu
- Batu Sikumpar
- Balai Panjang
- Halaban
- Tanjung Gadang
- Muaro Paiti
- Koto Bangun
- Lubuak Alai
- Koto Lamo
- Durian Tinggi
- Sialang
- Gelugur
- Kurai
- Sungai Rimbang
- Suliki
- Limbanang
- Koto Tangah Simalanggang
- Taeh Bukit
- Simalanggang
- Sungai Beringin
- Piobang
- Taeh Baruah
- Koto Baru Simalanggang
- Jopang Manganti
- Simpang Kapuk
- Mungka
- Talang Maur
- VII Koto Talago
- Sungai Talang
- VII Talago
- Kubang
- Simpang Sugiran
- Manggilang
- Tanjung Balit
- Gunung Malintang
- Pangkalan
- Koto Alam
- Tanjuang Pauh
- Taram
- Solok Bio-bio
- Tarantang
- Batu Balang
- Tigo Btr Padang Barangan
- Harau
- Bukik Limbuku
- Sarilamak
- Gurun
- Koto Tuo
- Pilobang
- Lubuk Batingkok
- Banja Laweh
- Mahek
- Sei. Naniang
- Baruah Gunuang
- Koto Tangah
- Sungai Balantiak
- Sariak Laweh
- Koto Tangah Batu Hampar
- Batu Hampar
- Suayan
- Pauh Sangit
- Koto Nan Ampek (Payakumbuh)
- Limbukan (Payakumbuh)
- Koto Nan Gadang (Payakumbuh)
- Lampasi (Payakumbuh)
- Aia Tabik (Payakumbuh)
- Payobasung (Payakumbuh)
- Tiakar (Payakumbuh)
- Ganggo Mudiak
- Ganggo Hilia
- Koto Kaciak
- Limo Koto
- Alahan Mati
- Simpang
- Binjai
- Ladang Panjang
- Malampah
- Tanjung Beringin
- Sundatar
- Aia Manggih
- Jambak
- Pauh
- Durian Tinggi
- Panti
- Padang Gelugur
- Tarung-tarung
- Padang Mentinggi
- Lubuk Layang
- Lansad Kadap
- Languang
- Koto Rajo
- Koto Nopan Saiyo
- Muara Tais
- Lubuk Gadang
- Silayang
- Muara Sungai Lolo
- Simpang Tonang
- Cubadak
- Kajai
- Sinurut
- Talu
- Aia Bangih
- Parik
- Desa Baru
- Batahan
- Ujung Gading
- Sungai Aur
- Lingkung Aur
- Air Gadang
- Aur Kuning
- Koto Baru
- Kapar
- Sasak
- Ktgn Mandiangin
- Kinali
- Muaro Kiawai
- Sikakap
- Sipora
- Muaro Siberut
- Sikabaluan
Langganan:
Postingan (Atom)